Denpasar – (31/10/2023), Telah dilaksanakan Workshop Fasilitasi Penerapan Standar UKL-UPL Pada Pelaksanaan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan tema “Penerapan Standar Menuju Pengelolaan Sumberdaya Alam Lestari” secara hybrid di Ruang Rapat Kantor Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara dan zoom meeting. Workshop ini diselenggarakan oleh Balai Penerapan Standar Instrumen LHK (BPSILHK) Mataram berkolaborasi dengan Pusat Fasilitasi Penerapan Standar Instrumen LHK (Pusfaster) dan didukung oleh Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara. Workshop dibuka oleh Yeri Permata Sari, selaku Kepala Pusfaster. Peserta workshop berjumlah 130 orang yang terdiri dari Pusfaster, Tim BPSILHK Mataram, perwakilan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara, Direktorat Pengendalian Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan (PDLUK), Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik (KKHSG), Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Kehutanan Yogyakarta, Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Lingkungan Hidup Samarinda, Balai Penerapan Standar Instrumen LHK Lingkup BSILHK, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Bali, UPT KLHK, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Dinas PMPTSP) Provinsi Bali, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Dinas LH Kabupaten/Kota se-Provinsi Bali dan NTB, serta Pelaku Usaha Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) di wilayah Provinsi Bali dan NTB.
Workshop diawali dengan penyampaian Laporan Penyelenggaraan Kegiatan oleh Bintarto Wahyu Wardani, selaku Kepala BPSILHK Mataram. Dalam laporannya Bintarto Wahyu Wardani menyampaikan bahwa berdasarkan hasil kegiatan pemantauan, terdata 79 perizinan berusaha (PB) peredaran TSL dengan persebaran 46 pelaku usaha di Provinsi Bali dan 30 pelaku usaha di Provinsi NTB. Cluster usaha meliputi: peredaran karang hias, kupu-kupu, burung, kulit reptil, gaharu dan sonokeling. Dari jumlah pelaku usaha tersebut, dilaksanakan uji penilaian penerapan standar dengan jumlah responden sebanyak 10 pelaku usaha peredaran TSL di Provinsi Bali dan 6 responden pelaku usaha di wilayah Provinsi NTB.
Workshop kemudian dilanjutkan dengan sambutan dan pembukaan oleh Kepala Pusfaster. Dalam sambutannya, Yeri Permata Sari menyampaikan bahwa Workshop ini berfokus pada Fasilitasi Penerapan Standar UKL-UPL untuk pelaku usaha peredaran TSL karena dari hasil pemantauan BPSILHK Mataram terdapat 46 pelaku usaha di Provinsi Bali dan 30 pelaku usaha di Provinsi NTB yang telah mendapat perizinan berusaha (PB) peredaran TSL untuk cluster usaha meliputi: peredaran karang hias, kupu-kupu, burung, kulit reptil, gaharu dan sonokeling. Namun demikian, pemahaman pelaku usaha terkait persetujuan lingkungan (PL), perijinan berusaha (PB) pasca UUCK dan standar pendukung PL/PB masih terbatas. Hal tersebut dikhawatirkan dapat menjadi kendala bagi pelaku usaha yang akan mengajukan PL/PB peredaran TSL sehingga diharapkan workshop ini dapat membantu pelaku usaha untuk memahami proses PL/PB untuk peredaran TSL dan dapat menyiapkan dokumen atau persuratan yang diperlukan untuk pengajuan PL/PB.
Standar UKL-UPL adalah salah satu instrumen untuk mengintegrasikan aspek lingkungan ke dalam perizinan berusaha berbasis risiko. Standar ini dapat membantu untuk 1) Menilai potensi dampak lingkungan dengan mengidentifikasi dan menilai dampak yang mungkin ditimbulkan oleh usaha/kegiatan peredaran TSL pada lingkungan, 2) Meminimalisir potensi dampak terhadap lingkungan dengan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup melalui langkah-langkah konkret yang termuat dalam form UKL-UPL, 3) Mendorong Keberlanjutan melalui pengintegrasian prinsip-prinsip keberlanjutan dalam perizinan usaha, sehingga pelaku usaha TSL dapat beroperasi dengan lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Rangkaian kegiatan workshop dilanjutkan dengan sesi materi dengan 6 tema yang dibagi menjadi 2 sesi. Sesi ke-1 pada pagi hari terdiri dari 3 materi yaitu: 1) Tata Cara Penerbitan Perizinan Berusaha Melalui OSS RBA yang disampaikan oleh Diki Oktavianus dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Dinas PMPTSP) Provinsi Bali; 2) Proses Persetujuan Lingkungan dalam Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui Amdalnet yang disampaikan oleh Vincensia Tasha Devi Ariyanti dari Direktorat PDLUK; dan 3) Prosedur Perizinan Berusaha Ruang Lingkup Peredaran Jenis TSL Dalam Negeri/Luar Negeri Melalui Online Single Submission (OSS) yang disampaikan oleh Inge Yangesa dari Direktorat KKHSG. Sesi ke-2 pada siang hari juga terdiri dari 3 materi yaitu: 1) Penyiapan Enabling Condition Penerapan Standar UKL-UPL Peredaran TSL yang disampaikan oleh Indiyah Hudiyani dari Pusfaster; 2) Perizinan Usaha Pengedar TSL di Tingkat Tapak Pasca UUCK yang disampaikan oleh Sulistiyo Widodo dari Balai KSDA Bali; dan 3) Inovasi Pengelolaan Lingkungan PT Kicau Bali yang disampaikan oleh I Ketut Gede Jiwa Artana dari PT Kicau Bali.
Workshop menghasilkan rumusan yaitu: 1) Kontribusi usaha peredaran TSL terhadap PNBP terus meningkat dari tahun ke tahun; 2) Pasca diberlakukannya UU Cipta Kerja (UUCK) No. 11 tahun 2020, pengajuan perijinan berusaha dilakukan secara online berbasis risiko melalui sistem OSS dan pengurusan persetujuan lingkungan dilakukan melalui AmdalNet; 3) Dokumen lingkungan untuk usaha/kegiatan peredaran TSL pasca UUCK berubah menjadi UKL-UPL dan AMDAL sesuai dengan ketentuan pada Lampiran Peraturan Menteri LHK No. 4 tahun 2021 tentang Daftar Usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL, UKL-UPL, atau SPPL. Hal Ini berlaku untuk usaha/kegiatan baru, sedangkan untuk usaha/kegiatan yang sudah beroperasi, dokumen lingkungan dan izin/persetujuan lingkungannya masih berlaku selama tidak melakukan perubahan terkait luas bangunan, luas tanah, dan pemanfaatan air yang mencapai ketentuan sesuai Lampiran Peraturan Menteri LHK No. 4 tahun 2021 tentang Daftar Usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL, UKL-UPL, atau SPPL. 4) Dinas PMPTSP Provinsi Bali menyediakan layanan konsultasi dengan pelaku usaha yang akan mengajukan Perizinan Berusaha melalui OSS; 5) Direktorat KKHSG sedang menyusun draf Peraturan Menteri LHK Bidang Konservasi Keanekaragaman Hayati untuk hal-hal yang belum diatur dalam PP No. 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Peraturan Menteri LHK No. 3 tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha pada Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Untuk peredaran TSL dalam negeri dan luar negeri pengaturan yang disusun meliputi tata usaha penetapan kuota penangkapan/pengambilan TSL dari habitat alam, tata usaha peredaran untuk tujuan non komersial, penilaian kelayakan pelaksanaan perizinan berusaha peredaran TSL, sistem pengawasan, sanksi administrasi, dan denda; 6) Direktorat PDLUK sedang melakukan pembahasan intensif dengan unit teknis terkait sehingga proses validasi (OSS, AmdalNet, PTSP) diusulkan hanya dilakukan satu kali validasi dari tiga tahap tersebut; 7) Balai KSDA Bali melakukan pendampingan dan konsultasi terkait pemberian rekomendasi Perizinan Berusaha Peredaran TSL; 8) Melalui pelaksanaan workshop ini para pelaku usaha diharapkan dapat meningkatkan pemahamannya mengenai tata cara pengisian dokumen lingkungan, mengetahui instansi tempat konsultasi dan mengetahui perkembangan regulasi teknis terbaru, termasuk adanya pelimpahan-pelimpahan kewenangan perizinan dari pemerintah pusat hingga ke pemerintah daerah. Para pelaku usaha juga diharapkan aktif terlibat dalam asosiasi-asosiasi terkait, sehingga mempermudah koordinasi antara pelaku usaha, maupun dengan unit teknis terkait; dan 9) Tindak lanjut dari workshop ini, BPSILHK Mataram berkolaborasi dengan Pusfaster akan melakukan fasilitasi penerapan standar UKL-UPL untuk meningkatkan kapasitas dalam pengurusan PL dan PB bagi pelaku usaha peredaran TSL khususnya UMKM di wilayah Provinsi Bali dan NTB.
Comments are closed